Puasa di bulan Ramadhan wajib hukumnya bagi setiap muslim yang baligh (dewasa), berakal, dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak melakukan safar atau perjalanan jauh). Sebagaimana ditunjukan oleh Allah Subhana'hu Wata'ala dalam firmannya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)
Mengingat sangat pentingnya puasa Ramadhan, syariat menetapkan ibadah puasa Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas 5 pondasi: Syahadat Laa ilaaha illallaah, wa anna muhammadan Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhaji, dan puasa ramadhan. (Muttafaq ‘alaih).
Oleh sebab itu, syariat memberikan ancaman yang amat keras bagi orang-orang yang membatalkan puasa ramadhan atau sengaja tidak puasa ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan.
Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا بِضَبْعَيَّ فَأَتَيَا بِي جَبَلًا وَعْرًا فَقَالَا لِي: اصْعَدْ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ فَإِذَا أَنَا بِصَوْتٍ شَدِيدٍ فَقُلْتُ: مَا هَذِهِ
الْأَصْوَاتُ؟ قَالَ: هَذَا عُوَاءُ
أَهْلِ النَّارِ, ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ
بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٍ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا,
فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ
يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ
صَوْمِهِمْ, ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِقَوْمٍ أَشَدِّ شَيْءٍ
انْتِفَاخًا وَأَنْتَنِهِ رِيحًا وَأَسْوَئِهِ مَنْظَرًا, فَقُلْتُ: مَنْ
هَؤُلَاءِ؟ قِيلَ: الزَّانُونَ وَالزَّوَانِي
“Ketika aku tidur, (aku bermimpi) melihat ada dua orang yang mendatangiku, kemudian keduanya memegang lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Mereka mengatakan, ‘Naiklah!’ Ketika aku sampai di atas gunung, tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat keras. Aku pun bertanya, ‘Suara apakah ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah teriakan penghuni neraka.’ Kemudian mereka membawaku melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba, aku melihat ada orang yang digantung dengan mata kakinya (terjungkir), pipinya sobek, dan mengalirkan darah. Aku pun bertanya, ‘Siapakah mereka itu?’ Kedua orang ini menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum waktunya (meninggalkan puasa).’ Mereka membawaku melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba ada beberapa orang yang badannya bengkak, baunya sangat busuk, dan wajahnya sangat jelek. Aku bertanya, ‘Siapa mereka?’ Kedua orang itu menjawab, ‘Mereka para pezina lelaki dan wanita’.”
(HR. Ibnu Hibban, no. 7491; Al-Hakim, no. 2837; Ibnu Khuzaimah, no. 1986; dinilai sahih oleh banyak ulama, di antaranya Al-Albani dan Al-A’dzami).
Hukum Membatalkan Puasa Tanpa Udzur?
Ancaman yang sangat keras sudah
ditunjukan oleh Allah SWT melalui hadis diatas yang ditujukn bagi
orang-orang yang dengan sengaja meninggalkan puasa Ramadhan, baik itu
membatalkan puasanya maupun tidak berpuasa dari awal dengan tanpa alasan
yang dibenarkan. Hukuman yng sangat keras bagi orang yang melangarnya
ini menunjukan bahwa membatalkan puasa ramadhan atau meninggalkannya
merupakan sebuah dosa besar.
Bagi orang yang membatalkan puasa tanpa alasan, harus melakukan beberapa hal supaya bisa diampuni oleh Allah SWT. Hukum Membatalkan Puasa Tanpa Alasan.
Bertaubat sungguh-sungguh kepada Allah.
Bertaubat dan menyesali perbuatan maksiat yang dia lakukan dan bertekad kuat tidak akan mengulanginya. Allah SWT berfirman,
Bagi orang yang membatalkan puasa tanpa alasan, harus melakukan beberapa hal supaya bisa diampuni oleh Allah SWT. Hukum Membatalkan Puasa Tanpa Alasan.
Bertaubat sungguh-sungguh kepada Allah.
Bertaubat dan menyesali perbuatan maksiat yang dia lakukan dan bertekad kuat tidak akan mengulanginya. Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.. (QS. At-Tahrim: 8)
Tetap menahan diri dari makan dan minum
Harus tetap menahan diri dari makan dan minum sebagai bentuk penghormatan kepada ramadhan. Orang yang membatalkan puasa di siang hari dengan makan atau minum, dia wajib menahan diri dari makan, minum serta pembatal lainnya hingga datang maghrib.
Dalam Fikih Empat Madzhab dinyatakan,
من فسد صومه في أداء رمضان وجب عليه الإمساك بقية اليوم تعظيما لحرمة الشهر
Orang yang membatalkan puasanya
ketika ramadhan, dia wajib untuk menahan diri dari makan, minum, di sisa
harinya, sebagai bentuk menghormati kemuliaan bulan ramadhan. (Al-Fiqh
‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, 1/909).
Apakah wajib mengqadha’ hari yang dia batalkan itu?
Banyak ulama memiliki perbedaan pendapat dalam masalah ini. Mayoritas ulama mengatakan bahwa orang tersebut wajib mengqadha hari puasa yang dibatalkan. Ada juga ulama yang mengatakan, tidak perlu qadha. Sebab alasan orang tersebut membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan.
Perbanyak puasa sunnah
Untuk menutupi kesalahan besarnya ini, orang tersebut disarankan untuk memperbanyak puasa sunah. Sebab amalan sunnah akan menjadi penambal bagi amalan wajib yang kurang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menceritakan bagaimana proses hisab amal,
Apakah wajib mengqadha’ hari yang dia batalkan itu?
Banyak ulama memiliki perbedaan pendapat dalam masalah ini. Mayoritas ulama mengatakan bahwa orang tersebut wajib mengqadha hari puasa yang dibatalkan. Ada juga ulama yang mengatakan, tidak perlu qadha. Sebab alasan orang tersebut membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan.
Perbanyak puasa sunnah
Untuk menutupi kesalahan besarnya ini, orang tersebut disarankan untuk memperbanyak puasa sunah. Sebab amalan sunnah akan menjadi penambal bagi amalan wajib yang kurang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menceritakan bagaimana proses hisab amal,
أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله صلاته، فإن صلحت فقد أفلح وأنجح، وإن فسدت فقد خاب وخسر، فإن انتقص من فريضته شيء قال
الرب: انظروا هل لعبدي من تطوع؟ فيكمل به ما انتقص من الفريضة، ثم يكون سائر عمله على ذلك
“Amal hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, dia berhasil dan sukses. Jika shalatnya ada yang rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada amal wajibnya yang kurang, Allah perintahkan, ‘Perhatikanlah, apakah hamba-Ku memiliki amal sunah? Gunakan amal sunah itu untuk menyempurnakan amal wajibnya yang kurang.’ Kemudian cara perhitungan amal lainnya juga seperti itu.” (HR. Ahmad 9490, Nasai 465, Turmudzi 413, dan dishahihkan Al-Albani).
Perbanyak amal sholeh
Berusahalah untuk memperbanyak amal soleh, dengan harapan taubatnya diterima oleh Allah SWT. Sebab Allah SWT menyebutkan bahwa salah satu syarat taubat dalam firman-Nya,
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى
“Sesungguhnya aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS. Taha: 82)
Allahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar