Doa adalah prisai sekaligus senjata bagi kaum mukminin, yang
bentengnya adalah doa dan senjatanya tangisan. Karena meyakini bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Doa adalah inti ibadah dan tidak ada seorang
pun yang akan binasa bersama doa.” Biharul Anwar, 93: 300)
Dengan
sabdanya tersebut Rasulullah saw menghimpun semua nilai ketinggian dan
keagungan doa serta pengaruhnya ke dalam kehidupan.
Allah swt berfirman: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat/51: 56).
Ayat
ini mengisyaratkan bahwa tujuan kita diwujudkan dan dihidupkan di dunia
tiada lain kecuali untuk beribadah kepada Allah swt. Sedangkan doa
merupakan inti ibadah.
Allah swt berfirman:
“Berdoalah
kepada-Ku pasti Kuperkenankan doamu, sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk ke neraka
jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin/40: 60).
Dalam
ayat ini Allah swt menjelaskan bahwa doa adalah ibadah, dan menegaskan
sebagai hal yang saling berlawanan: doa dan kesombongan. Yakni:
Pertama:
Menggambarkan pribadi seorang hamba yang mengenal Tuhannya, mengenal
dirinya sebagai hamba-Nya, dan menjalin hubungan kedekatan dengan
Penciptanya.
Kedua: Menggambarkan sikap orang yang sombong,
angkuh, keras kepala dank eras hati, ahli maksiat dan durhaka, yang jauh
berbeda dengan pengenalan yang dirasakan oleh orang dalam sisi yang
pertama.
Dengan makna tersebut menunjukkan bahwa orang yang
menghina dan mengecilkan peranan doa dalam kehidupan, maka ia
digolongkan pada bagian yang pertama. Orang yang sombong dan tidak
mengenal dirinya. Padahal Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang
mengenal dirinya ia mengenal Tuhannya.”
Makna inilah yang
dijelaskan oleh para kekasih Allah swt bahwa ibadah yang paling utama
adalah doa. Karena tujuan ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah swt dengan mengenal hak-hak Allah dan kekuasaan-Nya yang tak akan
tertandingi oleh siapapun; untuk merendahkan diri di hadapan-Nya, karena
meyakini bahwa segala kebutuhannya berada di tangan Allah Pemilik
malakut langit dan bumi, yang apabila Dia memberi tak akan ada seorang
pun yang mampu menghalangi, apabila Dia menahan tak akan ada seorang pun
yang mampu memberinya, dan tak ada seorang pun yang kuasa menolak
takdir-Nya kecuali Dia.
Tak ada ungkapan yang lebih jelas seperti
makna yang diungkapkan di dalam doa. Karena doa menjadi wasilah untuk
mengungkapkan rasa sedih dan duka, perasaan yang paling mendalam dan
perjalanan batin, di waktu sekarang dan mendatang.
Dalam kondisi
dan keadaan seperti itulah wujud ibadah paling nampak dan paling
sempurna. Dan dalam kondisi itulah seorang hamba paling dicintai oleh
Allah swt. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Amal yang paling
dicintai oleh Allah azza wa jalla adalah doa.”
Jika Islam
memperhatikan suatu persoalan tertentu, maka pasti atasnya ditetapkan
adab adab dan syarat-syaratnya, agar manusia dapat memperoleh
kesempurnaannya dan memetik hasilnya.
Demikian juga dalam halnya
persoalan doa, Islam telah memperkenalkan kepada manusia adab-adabnya,
agar mereka memperoleh hasilnya, merasakan kebahagiaan dan kesejukan
batin saat menghadap kepada Allah swt sumber mata air kedamaian.
Memperoleh keyakinan bahwa Dia Maha Mendengar dan Maha Mengijabah.
Beradab dan bertatakrama yang baik dan sopan di hadapan-Nya sebagai
seorang hamba yang membutuhkan-Nya, agar mendapat perhatian-Nya.
Islam
juga memperkenalkan kepada manusia tentang syarat-syaratnya, agar
mereka berdoa dengan doa yang benar, dan doanya berpengaruh pada harapan
dan kehidupannya, cepat atau lambat, segera atau tetunda.
Hakikat Doa
Allah swt berfirman:
“Dan
jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah)
sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengijabah doa orang yang bedoa bila
ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaknya mereka memenuhi (seruan)Ku dan
hendaknya mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
bimbingan.” (Al-Baqarah: 186)
Kandungan makna ayat ini
diungkapkan dengan ungkapan yang paling indah, struktur bahasa paling
lembut. Allah swt menggunakan kata “Aku” tidak menggunakan kata “Dia”
dan lainnya. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah swt terhadap
hamba-Nya yang berdoa.
Ungkapan kata “hamba-hamba-Ku” juga
menunjukkan pada betapa besarnya perhatian Allah swt terhadap doa. Ayat
ini tidak menggunakan kata penghubung dalam jawaban, yakni “Jika
hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku. sesungguhnya Aku adalah dekat”,
ditambah menggunakan kata “Sesungguhnya” dan kata “qarib”. Ini
menunjukkan bahwa ketika seorang hamba berdoa kepada-Nya, Allah sangat
dekat dengannya, tetap dan selalu dekat dengannya.
Dalam hal
ijabah, ayat ini menggunakan “fi’il mudhari’” (kata kerja yang
menunjukkan waktu sekarang dan mendatang). Ini menunjukan bahwa Allah
sedang dan akan mengijabah doa hamba-Nya saat ia berdoa kepada-Nya.
Adapun
maksudkan dengan kalimat “Aku mengijabah doa orang yang berdoa
kepada-Ku” yang nampak membatasi ijabah-Nya. Maksudnya adalah Allah swt
Allah mengijabah doa hamba-Nya jika ia benar-benar berdoa kepada-Nya
dengan doa yang sebenarnya. Dan makna inilah yang juga dimaksudkan oleh
firman-Nya:
“Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu.” (Al-Mukmin: 60)
Dalam
ayat terdapat hal yang sangat penting dan mendalam, menginformasikan
kepada kita tentang betapa pentingnya ijabah doa dan betapa besarnya
perhatian Allah terhadap doa. Hal ini ditunjukkan oleh pengulangan tujuh
kali kata “Aku”, dan ini hanya terjadi dalam ayat ini, tidak dalam
ayat-ayat yang lain.
Doa artinya memanggil, memusatkan pandangan
yang dipanggil kepada yang memanggil. Adapun kata “As-Sual” artinya
bertanya atau memohon, yang tujuannya untuk mendatangkan sesuatu yang
bermanfaat atau menghindarkan sesuatu yang berbahaya. Dengan permohonan
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemohon setelah ia
memusatkan perhatiannya, dan permohonannya menjadi puncak doa.
Sebagaiman
telah kami jelaskan dalam pembahasan yang lain, bahwa ubudiyah artinya
adalah mamlukiyah, sifat pemilikan. Maksudnya setiap pemilikan
menunjukkan pada penghambaan manusia kepada Allah swt. Kepemilikan Allah
berbeda dengan kepemilikan selain-Nya. Kepemilikan Allah adalah
pemilikan yang mutlak dan sebenarnya, sedangkan kepemilikan selain-Nya
bersifat nisbi, tidak sebenarnya.
Karena selain Allah tidak
berhak menyandang kepemilikan yang bersifat mutlak. Apa saja yang
dimiliki oleh hamba-Nya misalnya: isteri, anak, harta, kedudukan, dan
lainnya. Juga dirinya, dan segala organ lahir dan batinnya. Semuanya
akan kembali dan harus dikembalikan kepada Pemiliknya yang mutlak, yaitu
Allah swt.
Semua ini menunjukkan bahwa tidak ada kepemilikan
selain Allah kecuali dengan izin-Nya, bahkan keberadaan hamba itu
sendiri adalah milik-Nya. Sekiranya Allah tidak mengizinkan niscaya kita
semua tidak akan ada. Hanya Dialah yang menjadikan kita memiliki
pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Dialah yang menciptakan segala
sesuatu dan menentukan takdirnya.
Dari penjelasan ini menunjukkan
kejelasan bahwa Allah swt mendinding di antara sesuatu dan dirinya,
antara manusia dan setiap yang menemaninya: isteri, anak, teman, harta,
kedudukan, kebenaran, dan lainnya. Sehingga ini menunjukkan bahwa Allah
swt lebih dekat kepada kita dari setiap yang dekat dengan kita. Hanya
Dialah Yang Maha Dekat, dan kedekatan-Nya bersifat mutlak. Makna inilah
yang dimaksudkan oleh firman-Nya:
“Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waqi’ah: 85)
“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qaaf: 16)
“Ketahuilah sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.” Al-Anfal: 24)
Pemilikan
Allah terhadap hamba-Nya adalah pemilikan yang sebenarnya. Pemilikan
inilah yang mengharuskan setiap perbuatannya harus sesuai dengan
kehendak-Nya tanpa hijab. Ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang
mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Nya, menghilangkan
penderitaannya, memenuhi kebutuhannya, dan lainnya. Karena kemutlakan
kepemilikan-Nya, maka ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi semua takdir tanpa
dibatasi oleh takdir yang lain, tidak seperti yang dikatakan oleh
orang-orang yahudi:
“Sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu dan
menentukan takdir-Nya, maka sempurnalah perkara-Nya, dan terlepaslah
ikatan kendali pengaturan yang baru dari tangan-Nya dengan ketetapan
yang Dia tetapkan atasnya, sehingga tidak ada lagi penghapusan, bada’
dan ijabah doa karena persoalannya telah selesai.”
Juga tidak
seperti yang dikatakan oleh sebagian ummat Islam: “Sesungguhnya Allah
terlepas sama sekali dari setiap perbuatan hamba-Nya.” Ini adalah
pernyataan orang-orangt Qadariyah yang oleh Rasulullah saw dinamakan
Majusinya ummat ini. Yakni dalam hadisnya: “Qadariyah adalah majusinya
ummat ini.”
Jadi, setiap sesuatu tidak akan pernah terlepas dari
kepemilikan Allah, izin dan kehendak-Nya. Karena itu, tidak akan terjadi
suatu kejadian tanpa izin dan kehendak-Nya walaupun kita juga harus
berusaha dan berikhtiar. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt:
“Hai manusia, kamu yang butuh kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
Penjelasan
itu menunjukkan bahwa setiap sesuatu diliputi oleh hukum, termasuk juga
ijabahnya doa. Yakni ditentukan oleh sebab-sebab yang menyebabkan dan
mengharuskan doa itu diijabah. Seorang hamba yang berdoa kepada Allah
dengan tawadhu’, kerendahan hati, dan khusuk doanya akan menyebabkan ia
dekat dengan-Nya dan kedekatan dengan-Nya menyebabkan doanya diijabah
oleh-Nya. Inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: “Aku mengijabah doa
orang yang berdoa kepada-Ku.”
(Disarikan dari Tafsir Al-Mizan tentang surat Al-Baqarah: 186)
Dari
uraian Allamah Thabathaba’i tentang pembatasan ijabah doa menunjukkan
pada Adab-adab berdoa, dan syarat-syarat ijabahnya suatu doa.
Adab-Adab Berdoa
dan Syarat-Syarat Ijabahnya Doa
Pertama: Dalam keadaan suci
Di antara adab-adab berdoa harus dalam keadaan berwudhu’, khususnya ketika berdoa sesudah shalat.
Imam
Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata kepada Musammi’: “Wahai Musammi’, apa
yang menghalangi seseorang ketika ia berada dalam kesengsaraan duniawi
untuk berwudhu’ lalu pergi ke masjid, kemudian melakukan shalat dua
rakaat, lalu berdoa kepada Allah di dalamnya? Aku mendengar Allah swt
berfirman: “Mohonlah pertolongan dengan kesabaran dan shalat.” (Tafsir
Al-Ayyasyi 1: 43)
Kedua: Bersedekah, memakai wangi-wangian, dan pergi ke masjid
Imam
Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Jika ayahku punya hajat, ia bersedekah
dulu, lalu memakai wangi-wangian dan pergi ke masjid.” (Al-Kafi 2: 347)
Ketiga: Melakukan shalat
Sebelum berdoa disunnahkan melakukan shalat hajat dua rakaat:
Imam
Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang berwudhu’ dan
memperbaiki wudhu’nya, kemudian melakukan shalat dua rakaat, dan
menyempurnakan ruku’ dan sujudnya; sesudah salam memuji Allah azza wa
jalla, membaca shalawat, kemudian memohon hajatnya. Dengan cara inilah
ia telah mengharapkan kebaikan dalam keinginannya. Barangsiapa yang
mengharap kebaikan dalam keinginannya, maka ia tidak akan disia-siakan.”
(Biharul Anwar 93: 314, hadis ke 20)
Keempat: Membaca Basmalah
Sebelum berdoa harus membaca Bismillâhir Rahmânir Rahîm.
Rasulullah saw bersabda:“Tidak akan ditolak suatu doa yang dimulai dengan Bismillâhir Rahmânir Rahîm.” (Biharul Anwar, 93: 313)
Kelima: Memuji Allah swt
Memuji
Allah swt artinya mengakui keesaan Allah swt, membuktikan
kebergantungan hanya kepada-Nya tidak kepada selain-Nya. Bagi yang
hendak memohon hajat kepada Allah swt dalam urusan dunia dan akhirat, ia
harus memuji Allah, mensyukuri karunia dan nikmat-Nya sebelum berdoa.
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
“Segala puji bagi Allah
yang menjadikan pujian kepada-Nya kunci bagi zikir-Nya, dan sebab bagi
penambahan karunia-Nya.” (Nahjul Balaghah, Khutbah 157)
Imam
Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Jika salah seorang dari kamu mengharap
hajatnya, maka hendaknya ia memuji Allah swt.” (Al-Kafi 2: 352, hadis ke
6)
Allah swt menyiapkan bagi orang yang memuji-Nya karunia yang baik dan limpahan pahala di atas harapan orang-orang yang bermohon.
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa
yang menyibukkan diri dengan memuji Allah, Allah akan memberinya di
atas harapan orang-orang yang bermohon.” (Syarah Nahjul Balaghah Ibnu
Abil Hadid, jld 6: 190)
Wasalam, semoga bermanfaat
Adab adab Berdoa dan Syarat Syarat Di ijabahnya Doa
Posted on 01.59 by Unknown
| No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar